Gerbong
kereta mulai bergerak menjauhi stasiun, saat penumpang di sebelahku menyapa. Menanyakan
perihal tujuan dan alasan ku pergi menuju tempat itu. Seorang laki-laki 25
tahunan. Telah lulus dari salah satu politeknik di kota Bandung pada tahun
2010. Dia pergi ke Bandung untuk mengunjungi teman satu kampusnya dulu. Kini
dia menetap di kota Surabaya. Sekedar basa-basi pada awalnya, tapi selanjutnya
aku merasa tidak lagi sendirian di gerbong kelas bisnis ini. Sesekali aku
bertanya tujuan wisata yang layak dikunjungi di Jawa Timur. Dia menjawab dengan
lugas. Nama pantai yang rencananya aku kunjungi pada liburan ini pun dia tahu.
Setelah
malam hari kami sibuk dengan mimpi masing-masing. Memilih tertidur dalam pelukan
kursi yang tak senyaman kursi eksekutif. Pandanganku kembali menyapu
sekeliling. Beberapa orang bercakap-cakap dengan orang di sebelahnya, di
depannya. Bahkan ada yang memutar arah kursi agar bisa saling berhadapan.
Walau masih
banyak pula orang yang memilih membatasi dirinya. Menutup diri dari
obrolan-obrolan ringan yang baginya tidak penting.
Setidaknya
di gerbong ini kutemukan sedikit rasa kemanusiaan. Sedikit rasa saling
ketergantungan antara satu sama lain sebagai sosok manusia. Sedikit rasa saling
mengisi kekosongan yang dimiliki masing-masing individu. Walau beberapa orang
memilih untuk tetap mengosongkan bagian itu.
Di seberang
kursiku kudapati empat orang yang kelihatannya berasal dari kampus yang sama,
tapi jurusan yang berbeda. Saling bercengkerama seolah mereka telah kenal lama.
Padahal aku tahu, mereka baru bertemu saat takdir menyebutkan kursi mereka
bersebelahan.
Di tengah
malam aku terbangun, mendengar suara seorang ibu yang sedang bercerita pada
penumpang di sebelahnya. Ibu ini bercerita ditengah hening malam, saat semua
penumpang tertidur. Kulihat dari barisan depan seorang ibu setengah baya melongokkan
kepala kebelakang, mencari sumber suara yang menggangu lelap tidurnya. Kemudian
dia duduk lagi, mungkin kode yang dia berikan bahwa dia terganggu sudah cukup.
Kemudian ibu yang tadi bercerita mulai melirihkan suaranya. Entahlah, aku tidak
tahu alasan ibu itu bercerita di tengah malam. Mungkin dia memiliki alasan di
balik itu, mungkin. Hanya dia yang tahu.