“Pilih
Jokowi lah ya A’”
“Prabowo
aja A’”
Dua orang
yang kutemui di sebuah warung bubur ayam pinggir jalan. Bapak penjual bubur
ayam merekomendasikan aku untuk memilih Prabowo. Sedangkan temannya, yang sedang
mengenakan kaos bergambar jokowi-jk lebih menyarankan aku untuk memilih Jokowi.
Lalu mereka berdua bertanya kepadaku, “Aa’ nya milih siapa ntar?”
“Haha gimana
ya, saya juga masih bingung A’. saya pilih dua-duanya kali ya biar adil, hehe”
“Haha iya
biar adil” sahut mereka hampir berbarengan.
Bapak dengan
kaos bergambar jokowi, entah dia sedang berkampanye atau apa, tapi kulihat dia
berjalan menghampiri beberapa orang dan mengajaknya untuk memilih jokowi. Ketika
aku bertanya kenapa aku harus memiilih jokowi, dia menjawab dengan lugas karena
jokowi dekat dengan rakyat. Air mukanya menyiratkan bahwa ia tidaklah sama
dengan fans-fans fanatik kedua capres yang ada di media sosial. Karena dia
mendukung pilihannya tetapi tidak menjelek-jelekkan lawannya. Dia menghargai
perbedaan pendapat yang memang sangat lumrah ada dalam diri tiap-tiap manusia.
Bapak dengan
senyum tulus dan tatapan mata yang polos. Sepertinya dia masih percaya bahwa
masih ada solusi untuk bangsa ini. Terlepas dari berbagai kegiatan black
campaign yang ada, beragam fitnah yang bermunculan, dia tetap percaya bahwa
pilihannya adalah pilihan yang tepat untuk Indonesia.
“Kenapa pak
saya harus pilih Prabowo?” tanyaku pada bapak penjual bubur ayam.
“Yah
Prabowo itu tegas A’ keliatannya” Jawabnya sambil menyilakan semangkuk bubur
ayam padaku.
Tegas,
mungkin ini salah satu spektrum yang sudah seharusnya dimiliki oleh seorang
pemimpin, terutama presiden. Prabowo sebagaimana diketahui merupakan seorang
anggota kopassus, atau mantan anggota kopassus lebih tepatnya. ketegasannya
mungkin yang membuat dia dipilih oleh orang-orang seperti bapak penjual bubur
ayam ini, sebagai sosok Presiden Indonesia selanjutnya.
Orang ketiga
datang, dia berbicara dalam bahasa sunda yang artinya kurang lebih
“Ah mereka pada bohong, janji-janji doang bisanya”
Bapak
ketiga sepertinya adalah orang yang telah merasakan sakitnya dikhianati oleh
presiden yang dipilihnya. Atau wakil rakyat yang dipilihnya pula. Ada rasa
pesimis dalam kata-katanya. Atau sebuah realita. Atau gabungan antara keduanya,
pesimis karena realita.