Pages

Minggu, 22 Juni 2014

pilah pilih

“Pilih Jokowi lah ya A’”
“Prabowo aja A’”
Dua orang yang kutemui di sebuah warung bubur ayam pinggir jalan. Bapak penjual bubur ayam merekomendasikan aku untuk memilih Prabowo. Sedangkan temannya, yang sedang mengenakan kaos bergambar jokowi-jk lebih menyarankan aku untuk memilih Jokowi. Lalu mereka berdua bertanya kepadaku, “Aa’ nya milih siapa ntar?”
“Haha gimana ya, saya juga masih bingung A’. saya pilih dua-duanya kali ya biar adil, hehe”
“Haha iya biar adil” sahut mereka hampir berbarengan.
Bapak dengan kaos bergambar jokowi, entah dia sedang berkampanye atau apa, tapi kulihat dia berjalan menghampiri beberapa orang dan mengajaknya untuk memilih jokowi. Ketika aku bertanya kenapa aku harus memiilih jokowi, dia menjawab dengan lugas karena jokowi dekat dengan rakyat. Air mukanya menyiratkan bahwa ia tidaklah sama dengan fans-fans fanatik kedua capres yang ada di media sosial. Karena dia mendukung pilihannya tetapi tidak menjelek-jelekkan lawannya. Dia menghargai perbedaan pendapat yang memang sangat lumrah ada dalam diri tiap-tiap manusia.
Bapak dengan senyum tulus dan tatapan mata yang polos. Sepertinya dia masih percaya bahwa masih ada solusi untuk bangsa ini. Terlepas dari berbagai kegiatan black campaign yang ada, beragam fitnah yang bermunculan, dia tetap percaya bahwa pilihannya adalah pilihan yang tepat untuk Indonesia.
“Kenapa pak saya harus pilih Prabowo?” tanyaku pada bapak penjual bubur ayam.
“Yah Prabowo itu tegas A’ keliatannya” Jawabnya sambil menyilakan semangkuk bubur ayam padaku.
Tegas, mungkin ini salah satu spektrum yang sudah seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin, terutama presiden. Prabowo sebagaimana diketahui merupakan seorang anggota kopassus, atau mantan anggota kopassus lebih tepatnya. ketegasannya mungkin yang membuat dia dipilih oleh orang-orang seperti bapak penjual bubur ayam ini, sebagai sosok Presiden Indonesia selanjutnya.
Orang ketiga datang, dia berbicara dalam bahasa sunda yang artinya kurang lebih
“Ah mereka  pada bohong, janji-janji doang bisanya”
Bapak ketiga sepertinya adalah orang yang telah merasakan sakitnya dikhianati oleh presiden yang dipilihnya. Atau wakil rakyat yang dipilihnya pula. Ada rasa pesimis dalam kata-katanya. Atau sebuah realita. Atau gabungan antara keduanya, pesimis karena realita.


Apa pun pilihanmu, percayalah, menghargai pilihan orang lain adalah suatu kewajiban.