Pages

#29: pencerahan




Dua tahun terakhir gue galau. Galau tentang jurusan, galau tentang gimana ntar waktu gue udah gede, tentang apa yang sedang gue pelajarin dan gimana ntar aplikasinya di kehidupan gue.
Sebenernya kegalauan semacam ini udah mulai dari waktu gue duduk di bangku sekolah menengah pertama. Di kala itu, gue sering kali berpikir apakah pelajaran yang gue pelajari di kelas bakal berguna buat gue kelak di kemudian hari. Entah itu pelajaran biologi, matematika, bahasa indonesia, dan lain-lain. Pikiran gue berkecamuk sambil mempertanyakan kegunaan dari masing-masing pelajaran terhadap jalan hidup gue kelak ketika dewasa.

Beberapa kali gue tanya perihal ini ke bokap gue. Beliau menjawab kalau semua bentuk pendidikan yang ada, baik yang sifatnya formal maupun nonfromal pada intinya adalah membuat gue jadi manusia yang terdidik dan terlatih. Ya, terdidik dan terlatih. Oke, beberapa kali gue menerima penjelasan itu, tapi tidak jarang pula gue nolak dan mencari penjelasan lain untuk bisa memuaskan rasa penasaran di benak gue.
Pertanyaan demi pertanyaan sering menghantui, sampai ketika berada di jenjang menengah atas, gue mulai menemui titik terang. Titik terang ini bukanlah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul di benak. Tapi tak lebih sekedar suatu jawaban tentang kapan jawaban gue bakal muncul.
Di tingkat menengah atas, ada yang namanya penjurusan. Memasukkan siswa ke dalam minat dan bakatnya, kebetulan gue masuk ke jurusan pengetahuan alam. Gue milih jurusan ini karena gue berpikir bahwa gue males buat belajar sesuatu yang abstrak, semacem sosiologi, ekonomi, dan lain-lain. Padahal, gue lumayan suka sama pelajaran geologi, kebumian, klimatologi, dan astronomi. Yaiayalah, kan gue anak olim kebumian B) pamer dikit boleh lah, ya meski olimnya ga sampe tingkat yang jauh-jauh amat. Alhasil masuklah gue ke jurusan ilmu alam. *belakangan gue tau kalo pelajaran favorit gue ternyata masuk ke dalam kategori ilmu alam.

Skip-skip-skip gue kuliah. Di kampus gajah duduk bandung.
Gue mulai yakin bahwa jawaban-jawaban tentang fungsi pelajaran gue yang udah-udah bakal segera munculn ketika gue kuliah. Ternyata eh ternyata, tingkat pertama di kampus ini itu masih sama kayak SMA. Kampret, kalo gini kapan gue dapet jawabannya.
Satu tahun gue TPB, dan kemudian amsuk jurusan. YES! Akhirnya gue bisa dapet jawaban kenapa gue harus belajar ini, memahami itu, dan lain-lain.

Sialnya, sampe tingkat tiga sekarang ini gue masih belom tahu apa tujuan dari pelajaran-pelajaran gue. Apa aplikasi nyata dari pelajaran-pelajaran yang gue dapet, bahkan di bangku kuliah. Ckckck. Pola belajar gue masih sama, sebatas mengejar nilai. Mengejar indeks tinggi. Cih, terus apa bedanya dengan gue waktu SMP atau SMA kalo gue masih kuliah buat dapet nilai?

Memang sih, ada beberapa kuliah yang menceritakan tentang aplikasi mata kuliah tersebut di industri. Tapi tetep aja, masih belom memuaskan rasa penasaran gue. Yaiayalah belom puas. Abisnya gue masih belom ngerasa gue belajar untuk suatu keahlian, untuk suatu keterampilan.
Mata kuliah kapita selekta pun gue ambil buat mencari jawaban tentang pertanyaan-pertanyaan waktu gue SMP. Dua-tiga pertemuan masih belom nemu, empat-lima masih belom juga. Kampfret, kapan ini gue ga penasaran.

Jujur gue masih bingung banget kalo ini adalah hari wisuda gue. Coba deh, bayangin elo sekarang lagi wisuda. Bentar lagi elo bakal jadi seorang sarjana yang selayaknya bisa mandiri dan tidak lagi bergantung pada orang tua. Terus elo bakal ngapain?

Anjir, gue bingung banget kalo disuruh jawab pertanyaan macem begitu. Pertanyaan waktu gue SMP aja belom kejawab, udah ditambah lagi pertanyaan yang lebih menantang. Ckckck.
Set, sampai pada suatu hari. Tepatnya Sabtu, tanggal 25 kemaren. Gue sama beberapa orang pergi ke dusun xxx di daerah xxx. (nama disamarkan) disitu kita ngelakuin suatu social mapping, tahapan awal dari pengmas yang bakal himpunan gue lakukan. Kita disitu mencari masalah, menjabarkan, kemudian berusaha mencari solusi. Berdasarkan data yang kita dapet masalah utama di dusun tersebut adalah adanya limbah sapi yang berasal dari perternakan sapi penghasil susu yang ada di dusun itu. Akibatnya, air sungai tercemar, air tanah juga beberapa tercemar yang berada di radius dekat sungai, aroma kotoran sapi yang cukup mengganggu, dan adanya kesenjangan sosial yang kentara di dusun itu.

Bukan, gue bukan mau bahas tentang yang berbau sosial-sosial, tapi disini gue bakal tentang suatu hal amazing yang gue alamin.

di hari itu gue kebagian wawancara si pemilik peternakan sapi yang menghasilkan limbah berupa kotoran sapi. Gue sama beberpa temen gue dateng lah ke tempat peternakan itu berada. Baru beberapa meter memasuki kompleks peternakan, ALAKAZAM!! Baunya nampol coy! Anjir gue mau muntah asli waktu ada disitu. Nahan napas sambil bayangin ada Raline Shah ngipasin gue biar ga mual tetep aja ga ngurangin efek yang ditimbulkan sama tumpukan kotoran sapi-sapi yang ada disitu. Dua ratus lima puluh ekor sapi! 

Kebayang kotorannya sebanyak apa. Ckck//

wawancara dimulai, tanya jawab berlangsung. Sampai pada saat si bapak jelasin tentang proses chilling susu sapi. Jadi kalo susu sapi yang abis diperah mau dikirim ke pengepul atau koperasi susu gitu, si susu itu harus diturunin suhu nya sampe sekitar 4 derajat. Nah, susu waktu baru keluar dari sumbernya kan anget tuh, maka harus diturunkan dulu suhunya. Caranya adalaaaaahhh..
si bapak menyebutnya dengan sekedar alat penurun suhu, tapi gue yang udah kuliah tentang Biological Engineering Process mengenalinya sebagai alat Counter Flow Heat Exchanger. Asem , keren banget kan namanya. Sedetik kemudian gue mulai memikirkan tentang mata kuliah neraca massa dan energi. 

Memikirkan tentang aliran input atau inlet, blackbox atau kotak proses, dan aliran output atau outlet. Sial, gue langsung berubah ajdi seorang ahli neraca massa dan energi gini. Dengan menggunakan beberapa asumsi, mulai dari kapasitas produksi, jumlah susu yang harus diturnkan suhunya, sampai suhu cairan pendingin mula-mula, gue bisa bikin suatu rancangan alat pendinginan susu sapi. Asumsi panjang kontak cairan pendingin sama aliran susu juga gue tambahin sebagai pelengkap. D*mn! I am doing an engineer job! Right now, di sebuah peternakan sapi! Imagine that, dosen gue kerap memberi contoh tentang bagaimana ilmu kita bakal digunakan di indutri-industri farmasi, energi, makanan dan lain-lain tapi anehnya gue dapet pencerahan tentang gue ngapain di jurusan ini di sebuah kandang sapi dengan bau kotoran di mana-mana . hidup itu memang aneh.

Kini pertanyaan-pertanyaan yang kerap muncul di benak gue kayaknya tinggal tunggu waktu buat ketemu sama jawaban-jawabannya. Dari tempat-tempat tidak terduga pastinya, seperti kandang sapi, atau mungkin kandang kadal buat selanjutnya? Who knows?!


Intinya sih, semua hasil akan muncul pada akhir dari proses, tapi pastikan selama kamu berproses kamu tahu apa tujuan dari proses yang sedang kamu lakukan. Happy monday, and nice to meet you!