Dua tahun
terakhir gue galau. Galau tentang jurusan, galau tentang gimana ntar waktu gue
udah gede, tentang apa yang sedang gue pelajarin dan gimana ntar aplikasinya di
kehidupan gue.
Sebenernya
kegalauan semacam ini udah mulai dari waktu gue duduk di bangku sekolah
menengah pertama. Di kala itu, gue sering kali berpikir apakah pelajaran yang
gue pelajari di kelas bakal berguna buat gue kelak di kemudian hari. Entah itu
pelajaran biologi, matematika, bahasa indonesia, dan lain-lain. Pikiran gue
berkecamuk sambil mempertanyakan kegunaan dari masing-masing pelajaran terhadap
jalan hidup gue kelak ketika dewasa.
Beberapa
kali gue tanya perihal ini ke bokap gue. Beliau menjawab kalau semua bentuk
pendidikan yang ada, baik yang sifatnya formal maupun nonfromal pada intinya
adalah membuat gue jadi manusia yang terdidik dan terlatih. Ya, terdidik dan
terlatih. Oke, beberapa kali gue menerima penjelasan itu, tapi tidak jarang
pula gue nolak dan mencari penjelasan lain untuk bisa memuaskan rasa penasaran
di benak gue.
Pertanyaan
demi pertanyaan sering menghantui, sampai ketika berada di jenjang menengah
atas, gue mulai menemui titik terang. Titik terang ini bukanlah jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul di benak. Tapi tak lebih sekedar suatu
jawaban tentang kapan jawaban gue bakal muncul.
Di tingkat
menengah atas, ada yang namanya penjurusan. Memasukkan siswa ke dalam minat dan
bakatnya, kebetulan gue masuk ke jurusan pengetahuan alam. Gue milih jurusan
ini karena gue berpikir bahwa gue males buat belajar sesuatu yang abstrak,
semacem sosiologi, ekonomi, dan lain-lain. Padahal, gue lumayan suka sama
pelajaran geologi, kebumian, klimatologi, dan astronomi. Yaiayalah, kan gue
anak olim kebumian B) pamer dikit boleh lah, ya meski olimnya ga sampe tingkat
yang jauh-jauh amat. Alhasil masuklah gue ke jurusan ilmu alam. *belakangan gue
tau kalo pelajaran favorit gue ternyata masuk ke dalam kategori ilmu alam.
Skip-skip-skip
gue kuliah. Di kampus gajah duduk bandung.
Gue mulai
yakin bahwa jawaban-jawaban tentang fungsi pelajaran gue yang udah-udah bakal
segera munculn ketika gue kuliah. Ternyata eh ternyata, tingkat pertama di
kampus ini itu masih sama kayak SMA. Kampret, kalo gini kapan gue dapet
jawabannya.
Satu tahun
gue TPB, dan kemudian amsuk jurusan. YES! Akhirnya gue bisa dapet jawaban
kenapa gue harus belajar ini, memahami itu, dan lain-lain.
Sialnya,
sampe tingkat tiga sekarang ini gue masih belom tahu apa tujuan dari
pelajaran-pelajaran gue. Apa aplikasi nyata dari pelajaran-pelajaran yang gue
dapet, bahkan di bangku kuliah. Ckckck. Pola belajar gue masih sama, sebatas
mengejar nilai. Mengejar indeks tinggi. Cih, terus apa bedanya dengan gue waktu
SMP atau SMA kalo gue masih kuliah buat dapet nilai?
Memang sih,
ada beberapa kuliah yang menceritakan tentang aplikasi mata kuliah tersebut di
industri. Tapi tetep aja, masih belom memuaskan rasa penasaran gue. Yaiayalah
belom puas. Abisnya gue masih belom ngerasa gue belajar untuk suatu keahlian,
untuk suatu keterampilan.
Mata kuliah
kapita selekta pun gue ambil buat mencari jawaban tentang pertanyaan-pertanyaan
waktu gue SMP. Dua-tiga pertemuan masih belom nemu, empat-lima masih belom
juga. Kampfret, kapan ini gue ga penasaran.
Jujur gue
masih bingung banget kalo ini adalah hari wisuda gue. Coba deh, bayangin elo
sekarang lagi wisuda. Bentar lagi elo bakal jadi seorang sarjana yang
selayaknya bisa mandiri dan tidak lagi bergantung pada orang tua. Terus elo
bakal ngapain?
Anjir, gue
bingung banget kalo disuruh jawab pertanyaan macem begitu. Pertanyaan waktu gue
SMP aja belom kejawab, udah ditambah lagi pertanyaan yang lebih menantang.
Ckckck.
Set, sampai
pada suatu hari. Tepatnya Sabtu, tanggal 25 kemaren. Gue sama beberapa orang
pergi ke dusun xxx di daerah xxx. (nama disamarkan) disitu kita ngelakuin suatu
social mapping, tahapan awal dari pengmas yang bakal himpunan gue lakukan. Kita
disitu mencari masalah, menjabarkan, kemudian berusaha mencari solusi.
Berdasarkan data yang kita dapet masalah utama di dusun tersebut adalah adanya
limbah sapi yang berasal dari perternakan sapi penghasil susu yang ada di dusun
itu. Akibatnya, air sungai tercemar, air tanah juga beberapa tercemar yang
berada di radius dekat sungai, aroma kotoran sapi yang cukup mengganggu, dan
adanya kesenjangan sosial yang kentara di dusun itu.
Bukan, gue
bukan mau bahas tentang yang berbau sosial-sosial, tapi disini gue bakal
tentang suatu hal amazing yang gue alamin.
di hari itu
gue kebagian wawancara si pemilik peternakan sapi yang menghasilkan limbah
berupa kotoran sapi. Gue sama beberpa temen gue dateng lah ke tempat peternakan
itu berada. Baru beberapa meter memasuki kompleks peternakan, ALAKAZAM!! Baunya
nampol coy! Anjir gue mau muntah asli waktu ada disitu. Nahan napas sambil
bayangin ada Raline Shah ngipasin gue biar ga mual tetep aja ga ngurangin efek
yang ditimbulkan sama tumpukan kotoran sapi-sapi yang ada disitu. Dua ratus
lima puluh ekor sapi!
Kebayang kotorannya sebanyak apa. Ckck//
wawancara
dimulai, tanya jawab berlangsung. Sampai pada saat si bapak jelasin tentang
proses chilling susu sapi. Jadi kalo susu sapi yang abis diperah mau dikirim ke
pengepul atau koperasi susu gitu, si susu itu harus diturunin suhu nya sampe
sekitar 4 derajat. Nah, susu waktu baru keluar dari sumbernya kan anget tuh,
maka harus diturunkan dulu suhunya. Caranya adalaaaaahhh..
si bapak
menyebutnya dengan sekedar alat penurun suhu, tapi gue yang udah kuliah tentang
Biological Engineering Process mengenalinya sebagai alat Counter Flow Heat
Exchanger. Asem , keren banget kan namanya. Sedetik kemudian gue mulai
memikirkan tentang mata kuliah neraca massa dan energi.
Memikirkan tentang
aliran input atau inlet, blackbox atau kotak proses, dan aliran output atau
outlet. Sial, gue langsung berubah ajdi seorang ahli neraca massa dan energi
gini. Dengan menggunakan beberapa asumsi, mulai dari kapasitas produksi, jumlah
susu yang harus diturnkan suhunya, sampai suhu cairan pendingin mula-mula, gue
bisa bikin suatu rancangan alat pendinginan susu sapi. Asumsi panjang kontak
cairan pendingin sama aliran susu juga gue tambahin sebagai pelengkap. D*mn! I
am doing an engineer job! Right now, di sebuah peternakan sapi! Imagine that,
dosen gue kerap memberi contoh tentang bagaimana ilmu kita bakal digunakan di
indutri-industri farmasi, energi, makanan dan lain-lain tapi anehnya gue dapet
pencerahan tentang gue ngapain di jurusan ini di sebuah kandang sapi dengan bau
kotoran di mana-mana . hidup itu memang aneh.
Kini
pertanyaan-pertanyaan yang kerap muncul di benak gue kayaknya tinggal tunggu
waktu buat ketemu sama jawaban-jawabannya. Dari tempat-tempat tidak terduga
pastinya, seperti kandang sapi, atau mungkin kandang kadal buat selanjutnya?
Who knows?!
Intinya
sih, semua hasil akan muncul pada akhir dari proses, tapi pastikan selama kamu
berproses kamu tahu apa tujuan dari proses yang sedang kamu lakukan. Happy
monday, and nice to meet you!