di semarang kami kemping di kosan bos Aam, dengan ngaku-ngaku sebagai keluarganya. Kami diajak makan soto super,
"Mas Sotonya berapa?"
"Lima ribu Mas,"
"Kalo jumbo berapa?"
"Lima ribu lima ratus Mas,"
lihat, betapa supernya soto ini. Biasa harganya goceng, kalo jumbo cuma nambah gopek. aneh emang yg jualan.
terus diajak main ke simpang lima (terus dikejar sama mbak kunti jadi-jadian, kampret emang) , makan di angkringan yang sebungkusnya cenggo, terus solat di masjid apa itu lupa namanya, disebelah simpang lima pokoke, terus main ke lawang sewu (karena saya tahu disitu banyak aura negatif, kita harus foto-foto dari sisi monumen muda yang jaraknya lumayan tapi masih keliatan gedung lawang sewunya, terus mengitari kota tua semarang di malam hari, lalu bermain di Brown Canyon (sebenernya ini suatu bentuk kerusakan ligkungan yang dijadikan pariwisata oleh orang-orang. di tempat ini masih berlangsung proses penambangan pasir terhadap bukit-bukit disini. Sisa galian mencipatakan struktur yang lumayan aneh sehingga masyrakat tertarik untuk mengunjunginya.)
dalam beragam perjalanan kami di Semarang itu kami diiringi oleh warga gycen penghuni kota semarang dan sekitarnya seperti: Hibro, Roma, Bopal, dan Bang Pai.
[foto gunung ungaran, dilihat dari daerah brown canyon]
[ini kami, bersama penghuni sekitar Kota Semarang, di brown canyon tentunya]