Pages

Kamis, 23 April 2015

#80: cerita lucu






Sebenarnya banyak sekali kisah yang ingin aku ceritakan kepadamu malam ini. Beragam kisah dengan tema remeh temeh seperti mengapa sekedar meluncur dari tahura begitu menyenangkan. Atau kisah tentang koleksi kartu pos milikku yang tak kunjung bertambah dalam tiga bulan ini. Tapi, rupa-rupanya ada tema besar yang mengganggu tidurku dari beberapa malam yang lalu. Bukan tema besar sebenarnya, hanya tema yang terlalu dibesar-besarkan lebih tepatnya.


Jadi sekarang, disini, aku ingin bercerita tentang tema besar itu. Tapi, seperti biasa, aku akan menceritakan hal lain tentang itu dan memindahkan fokus ceritaku sampai kalian tidak sadar sedang dibodohi oleh untaian kata yang kubuat.


Cerita itu dimulai di sini.


Suatu hari di sebuah ruang kelas. Beberapa orang, lebih tepatnya siswa sedang duduk bergerombol. Lima orang mereka berkumpul, termasuk aku di dalamnya. Lalu salah satunya mulai berkisah, sisanya mendengarkan. Dengan seksama mereka tenggelam dalam permainan kata si pencerita. Menikmati setiap adegan cerita yang dibawa. Naik turun tempo seiring naik turun alur cerita. Sedang asik bergelut dengan cerita, tiba-tiba datang orang keenam. Dengan gelagat yang menunjukkan emosi yang sedang meninggi dia menarik kerah salah satu dari gerombolan itu, mengeluarkan beberapa kata kasar, dengan ditambah sumpah serapah tentunya. Menghakimi orang yang sedang kebingungan ditarik kerahnya atas tuduhan yang sebenarnya aku tidak tahu akar permasalahannya. Dengan ditutup dengan ancaman, dia pergi meninggalkan gerombolan itu.


Gerombolan itu tertegun sejenak, kebingungan, si pencerita menghentikan ceritanya, semua mata tertuju pada teman kami yang kerahnya dipermainkan bak yoyo, naik turun seiring naik turun nada suara si orang ke enam. Setelah rasa kaget kami agak mereda, kita mulai membahas peristiwa yang baru saja terjadi.


Tentang siapa orang ke enam, tentang apa yang dikatakannya, tentang tuduhan-tuduhan terhadap teman kami, lalu kami pusing sendiri. Ah pegel ah nulis pake bahasa baku.


Oke lanjut, jadi setelah kita hening sejenak dan mulai berani bersuara kami membahas perihal peristiwa yang baru saja terjadi. Setelah saling bertukar pikiran, dan beberapa suapan makanan ringan, kami sampai pada suatu kesimpulan, kita tidak mendapat kesimpulan.


Haha, aneh emang, mungkin dia lagi PMS, nyamperin orang main narik-narik kerah seenak jidat. Karena apa yang dituduhkan pada teman kami, semuanya tidak ada yang terbukti.


Hari berganti hari, rasa penasaran pada gerombolan itu berubah menjadi rasa keingintahuan, lalu berubah menjadi rasa geregetan. Halah. Karena peristiwa itu saling merubah sikap kami terhadap si pelaku.


Mungkin perang dingin seperti ini berlangsung tiga hari, karena kami sudah tidak tahan akhirnya kami memutuskan untuk melakukan balas dendam. Oke bercanda, kami memutuskan untuk meluruskan permasalahan.


Suatu hari sepulang sekolah, lima orang tadi menghampiri kelas si PK (penarik kerah). Mencari si PK, yang untungnya masih ada di situ, dan langsung memukulinya, oke bercanda lagi. maklum lima orang ini Cuma orang-orang yang suka haha-hihi pecinta kedamaian.


Ah gue gatau mau nyambung dikemanain ini cerita, pokoknya intinya dia (si PK) cerita, kalo dia denger si X (korban PK) udah ngerobek poster kampanye salah satu calon ketua OSIS yang ada di mading depan. Emang itu poster di mading depan sekolah kami terobek. Tapi setelah ditelusuri itu poster dirobek oleh divisi lingkungan karena tidak sesuai SOP Pemasangan di Mading. Salah alamat dong itu marah-marahnya yang kemarin? Woiya jelas, padahal udah tau salah kenapa ga ada usaha buat meluruskan permasalahan ini sih?


“Gue malu, soalnya kemaren gue udah bergerak gara-gara emosi, Gue ga berpikir jernih.”


Nah! Apa kan kata gue!


Pernah denger ada yang bilang, “Apapun yang dimulai dengan amarah, pasti akan diakhiri dengan rasa malu.” The same here, dia emosi, maen labrak aja, terus waktu udah tau permasalahannya, baru deh dia sadar kalo dia salah. Terus mau ngaku salah, udah kepalang malu narik-narik kerah orang pake teriak-teriak.


Mau ngasih pesen aja, sebelum ngelakuin sesuatu mending pastiin, lo tidak sedang dalam keadaan emosi. Salah satu syarat sah putusan hakim dalam Islam aja ada yang nyebutin kan bahwa segala keputusan yang diambil oleh hakim tidak boleh dilakukan ketika si hakim berada dalam keadaan emosi, karena ketika emosi disitu setan ikut mengambil keputusan. Bum, anas ceramah.


Ada baiknya tenang sejenak, ambil napas dalam-dalam, dinginkan pikiran. Setelah pikiran dingin baru kita verifikasi berita yang kita dapat. Setelah dapat berita yang paling mendekati kebenaran barulah kita bertindak. Jangan lupa to cover both side. Memandang permasalahan dari beragam sisi. Kalo lagi ada konflik sih biasanya perlu dari kedua belah pihak. Biar kita ga taqlid buta aja sama satu pihak. Biar bijak dan adil dalam pengambilan keputusan. biar kita ga jadi golongan yang kerjanya meninggikan golongannya, tetapi suka sekali merendahkan golongan yang lain. verifikasi ke kedua pihak lebih mantap sih. Soalnya kalo dalam jurnalisme, dilarang banget tuh cuma cover satu sisi. Jatohnya itu propaganda, bukan artikel berita.


Nah, kalo berita udah bener, kepala udah dingin, baru deh bertindak. Bukan apa apa sih, Cuma biar ga malu di belakang aja.


Cukup saya dihibur oleh tingkah teman saya sewaktu di sekolah menengah pertama, karena jika saya dihibur dengan hal seperti itu saat saya sudah kuliah, sepertinya hal seperti itu sudah tidak lucu lagi.