Latar: Rumah, suatu pagi di bulan Mei.
Pemain: Ayah, Anas.
Pagi itu, anas sedang asyik menonton acara tv pagi yang
kadang seru kadang tidak. Mengganti-ganti saluran televisi mencari siaran yang
paling menarik untuk ditonton.
Ayah, setelah mengantarkan ibu ke sekolah, memulai rutinitas
hariannya yang sepertinya semakin sibuk dibanding sebelum pensiun dulu. Memindahkan
pot-pot bunga depan rumah, menyirami beberapa tanaman, memindahkan tanaman sawi
dari wadah pembibitan ke polybag di greenhouse yang tidak jauh dari rumah,
dan memanen beberapa sayuran dari greenhouse.
Krasak-kresek, klotak-klutuk, dan suara-suara lain yang
diciptakan ayah di belakang rumah.
“Dek, cucian di mesin cuci jangan lupa di jemur,” katanya
dari belakang rumah.
“iyaa… bentar lagi,” alasan si anas.
……………………………..
“Dung.. Dung…” suara penjual es yang sering kudengar tapi
jarang kulihat wujudnya. Es dung-dung kegemaran anak-anak. Serupa dengan es
krim tapi tidak menggunakan susu sebagai bahan baku utamanya, melainkan santan.
Tumben pagi-pagi gini udah muncul.
Suara dari belakang rumah sudah tidak lagi terdengar, anas
yang penasaran mencoba melongok ke sumber suara-suara tadi berasal. Kosong.
Lah, ayah kemana..
Kuputuskan mencari ke depan rumah, dan benar saja.
Kutemukan ayah sedang asyik menikmati es dung-dung dengan gelas
dan sendok yang dia bawa sendiri dari dapur.
“Yah, ngapain.. itu kan bikin batuk..”
“Ga apa, sekali-sekali”
Mungkin ayah ingin bernostalgia dengan masa kecilnya dulu. Menikmati
es dung-dung yang sering melawati depan rumah.
anas menjulurkan tangannya, ingin meraih sendok di gelas yang dipegang Ayah.
"Yee, katanya batuk, tetep aja mau"
"hehe..hehe,,"