Pages

#96: es dung dung





Latar:       Rumah, suatu pagi di bulan Mei.
Pemain:  Ayah, Anas.




Pagi itu, anas sedang asyik menonton acara tv pagi yang kadang seru kadang tidak. Mengganti-ganti saluran televisi mencari siaran yang paling menarik untuk ditonton.

Ayah, setelah mengantarkan ibu ke sekolah, memulai rutinitas hariannya yang sepertinya semakin sibuk dibanding sebelum pensiun dulu. Memindahkan pot-pot bunga depan rumah, menyirami beberapa tanaman, memindahkan tanaman sawi dari wadah pembibitan ke polybag di greenhouse yang tidak jauh dari rumah, dan memanen beberapa sayuran dari greenhouse.

Krasak-kresek, klotak-klutuk, dan suara-suara lain yang diciptakan ayah di belakang rumah.


“Dek, cucian di mesin cuci jangan lupa di jemur,” katanya dari belakang rumah.


“iyaa… bentar lagi,” alasan si anas.



……………………………..



“Dung.. Dung…” suara penjual es yang sering kudengar tapi jarang kulihat wujudnya. Es dung-dung kegemaran anak-anak. Serupa dengan es krim tapi tidak menggunakan susu sebagai bahan baku utamanya, melainkan santan.

Tumben pagi-pagi gini udah muncul.

Suara dari belakang rumah sudah tidak lagi terdengar, anas yang penasaran mencoba melongok ke sumber suara-suara tadi berasal. Kosong.

Lah, ayah kemana..

Kuputuskan mencari ke depan rumah, dan benar saja.

Kutemukan ayah sedang asyik menikmati es dung-dung dengan gelas dan sendok yang dia bawa sendiri dari dapur.

“Yah, ngapain.. itu kan bikin batuk..”

“Ga apa, sekali-sekali”



Mungkin ayah ingin bernostalgia dengan masa kecilnya dulu. Menikmati es dung-dung yang sering melawati depan rumah. 

anas menjulurkan tangannya, ingin meraih sendok di gelas yang dipegang Ayah.


"Yee, katanya batuk, tetep aja mau" 

"hehe..hehe,,"