Pages

#9: diri








Oleh-oleh dari orasi budaya.
Minggu, 21/09/14
Cibeunying Park, Bandung.
Orasi budaya membawa tema tentang ‘instrumen kesendirian dalam keseharian.’







Bagaimana kita ternyata hidup sendiri dalam suatu komunitas yang terlihat ramai. Bagaimana ternyata kita hanyalah sendiri sejak awal kehidupan dan sendiri di akhir kehidupan. Orang-orang yang ada saat kita hidup hanyalah sementara. Mereka bersama namun hanya sementara. Selebihnya kita sendiri, maksudnya saya sendiri.


Bagaimana ternyata kita sendiri di dalam sebuah pasar, di sebuah taman...


Kesadaran tentang kesendirian ini tidak mudah diperoleh. Beberapa pemikir bahkan menemukan kesendirian ketika mereka memutuskan untuk menistakan tuhan. Karena menurut mereka ,ketika tuhan masih ada, mereka tidak akan merasakan kesendirian. Dan beragam cara lain yang para pemikir lain tempuh untuk menyadari kesendirian mereka.


Bagaimana diri manusia sebenarnya takut kepada diri manusia yang lain. Mereka takut mereka yang lain adalah pembawa bibit-bibit penyakit, membawa bibit-bibit kejahatan. Sebuah fakta yang berusaha dilupakan manusia saat ini.


Ketakutan ini beberapa ada yang berhasil menekannya, tapi tidak meniadakannya. Namun ada beberapa yang tidak berhasil menekannya, dan terjebak dalam ketakutan akan diri yang lain.


xxxxxxxxxxxx



“lihatlah, lebih banyak foto-foto yang dimiliki oleh akun seorang daripada notes-notes yang dihasilkannya. Menunjukkan bagaimana ia ingin menampakkan dirinya sebagai perwujudan visual semata, bukan sebagai perwujudan suatu pemikiran.”

Orator pertama bercerita tentang  ‘diri’. Tentang bagaimana sekarang manusia lebih memilih untuk mewujudkan dirinya sebagai suatu kenampakan visual, bukan sebagai bentuk pemikiran. Diri, menurut sang orator harusnya memiliki kenampakan sebagai sebuah pemikiran.



xxxxxxxxxxxxxx



Sebuah puisi tentang Kota Bandung juga dibawakannya. Menyapa lumpur dari sepatu jenderal yang membangun kota ini sebagai tempat melepas  penat para juragan perkebunan ketika itu. Memenuhi kota ini dengan perempuan-perempuan yang berasal dari Kota Paris, Perancis. Seolah menjawab pertanyaan darimana asal kecantikan gadis-gadis di kota pada sekarang ini.




Brosur Wisata Belanja Kota Bandung

 Oleh: Ahda Imran
Kota ini berasal dari lumpur dasar danau yang menempel di sepatu seorang
Gubernur Jenderal.

Lalu tuan-tuan membuat kota ini dari sisa-sisa kecantikan seorang
germo yang didatangkan dari Paris. Kota tempat tuan-tuan perkebunan pelesir.
Belanja dan bergaya. Mereka membawa juga banyak sekolah. Sekolah yang
mengajak anak-anak inlander melihat barisan orang menyerbu penjara
Bastille.

Kota ini berangin seperti perempuan yang berbisik di balik daun telingamu

Mari belanja. Orang-orang membawa tubuhnya ke toko baju. Menumpuk
tubuhnya dalam troli. Taruh saja tubuhmu di situ. Seorang walikota akan
mendorongnya. Ia memakai sepatu Gubernur Jenderal. Mengajakmu
mengelilingi seluruh toko baju di kota ini. Toko baju yang membuat kota ini
menjadi ruang rias dalam gedung sandiwara. Gedung sandiwara dengan
panggung yang tak punya ingatan.

Lihat. Penunjuk arah di kota ini. Semua menuju toko baju, mall, apartemen
yang semua namanya terapung-apung dalam bahasa inggris. Di depan kasir
kau menerima senyuman puas para gadis muda yang manis. Senyum untuk kartu
kredit dan tubuhmu yang terlipat dalam kantung toko baju.

Kota ini kuah batagor yang menetes dari ruang sauna dan panti pijat.

Mari makan. Udara kota ini membuatmu selalu merasa lapar. Bawa tubuhmu
ke mana saja. Kota ini akan memasak apa saja untuk tubuhmu. Kota ini meja
makan besar. Meja makan yang dipenuhi bunga-bunga plastik, steak dan kuah
batagor yang menetes dari ruang sauna dan panti pijat. Kau bisa makan sambil
mendengar suara angklung atau kerinding underground. Atau suara lemah
anak-anak mengamen yang bernyanyi hanya dengan menepuk-nepuk
tangannya. Memakai kaos persib.

2012


Puisi yang mengabarkan bahwa dari dulu memang tempat ini adalah tempat dimana kamu akan menemukan dirimu digantung di deretan baju-baju baru. Menunggu untuk dilipat dan dimasukkan ke kantong-kantong belanjaan.
Pula bercerita tentang kuah batagor yang menetes dari spa-spa dan panti pijat. Karena kota ini adalah suatu meja makan raksasa. Apa pun yang kau inginkan, mereka siap memasak dirimu menjadi masakan yang diinginkan.



xxxxxxxxxxxxxxxxx






Tentang sendiri?  Saya mengutip kata-kata dari selebaran yang dibagikan ketika acara berlangsung:
                Sendiri itu.
                Semudah mendengarkan kembali lagu-lagu Melancholic Bitch,
                dari Requiem hingga On Genealogy of Melancholia.
                Sendiri itu,
                Semudah membaca kembali Nietzche dan Sapardi,
                Dari Senjakala Berhala hingga Mata Pisau.
                Sendiri itu,
                Semudah menonton kembali Hirokazu Koreeda,
                Dari Maborosi hingga Still Walking.
                (seterusnya)





===============


Orator, membawa kesan, dengan menjadikan saya merasa sendiri ketika acara berlangsung.