Pages

#8: seorang jurnalis gambar









“Saya agak kurang enak buat ambil foto muka tersangka dugaan korupsi. Ya meskipun ujung-ujungnya saya ambil karena tugas, tapi dalam batin saya ada rasa yang ga enak. Saya tiba-tiba mikir anak istri mereka.” Prima, Fotografer salah satu media massa nasional.






Hari ini unit saya mengadakan pelatihan perihal bagaimana sikap profesional seorang jurnalis. Kebetulan yang diundang adalah saudara Prima ini. Beliau adalah salah seorang fotografer dari salah satu majalah nasional Indonesia. Majalah yang dikenal karena ulasan yang kritis dan kadang membawa fakta-fakta yang cukup mencengangkan.


 Seorang fotografer, atau beliau menyebutnya jurnalis gambar, harus memiliki passion yang kuat dalam melakukan pekerjaannya. Mengapa demikian? Karena pada pelaksanaannya seorang jurnalis gambar diharuskan menghasilkan gambar-gambar dari suaru peristiwa yang terjadi. Mau tidak mau seorang jurnalis gambar harus datang ke tempat dimana peristiwa itu terjadi. Hal ini berbeda dengan apa yang dilakukan reporter, seorang reporter dapat memperoleh berita tanpa harus terjun langsung ke lokasi dimana peristiwa itu terjadi. Misalnya cukup mengontak orang-orang yang berwenang atau mewawancarai narasumber melalui sambungan telepon.


Karena tuntutan pekerjaannya itu, beliau seringkali harus menempuh medan yang cukup berat demi mendapatkan sebuah foto yang bagus, yang merepresentasikan kejadian yang sedang terjadi. Banjir, sungai penuh limbah beracun, debu vulkanik dari gunung yang mau meletus, hewan liar nan berbisa, medan yang susah dijangkau, adalah beberapa tantangan yang kerap ditemukan oleh seorang jurnalis gambar.


“Jurnalis gambar itu kalo masih baru masuk pasti kena typus.”


Beliau bercerita tentang bagaimana kondisinya saat masih baru menjadi  seorang jurnalis foto. Sebagai seorang yang baru, acapkali dia diberikan tugas-tugas yang mengharuskan mobilitas yang tinggi.


“Abis liputan ke daerah perbatasan Bandung-Cianjur, Saya langsung disuruh ngeliput ke mana. Abis itu pulang tiba-tiba ada kejadian apa gitu, saya lagi yang disuruh ngeliput. Kadang bisa sampe seratus kilo itu jarak dalam sehari.”


Begitu penuturannya. Kenapa beliau masih mau menggeluti kerjaan sebagai seorang jurnalis gambar apabila tantangan yang dihadapi begitu berat?


Beberapa orang mungkin mengira dia bertahan karena gaji yang ditawarkan atau fasilitas-fasilitas yang didapatkan. Tapi ternyata bukan itu yang membuat dia bertahan kawan, adalah PASSION yang menurutnya memiliki andil cukup besar dalam memberinya kekuatan untuk bertahan sebagai seorang jurnalis gambar.


“kalo saya ga punya passion, mungkin saya lebih milih jadi divisi humas yang kerjanya foto-foto event gitu.”


Bekerja sebagai seorang jurnalis gambar membawa dia pada beragam petualangan yang kadang harus membuat nyawa sebagai pertaruhan. Menembus cucuran limbah di Sungai Citarum, yang konon katanya kalau terkena kulit akan mengakibatkan gatal-gatal hingga satu bulan lamanya, adalah salah satu contoh dari tantangan yang pernah dihadapi. Membawanya pada fakta-fakta bahwa ada, bahkan banyak, pabrik-pabrik terutama tekstil yang membuang limbah sisa produksinya langsung ke sungai. Pabrikan-pabrikan multinasional yang mengekspor brand-brand nya sampai keluar negeri ternyata melakukan perncemaran di tanah kita. Bukti penguat bahwa kapitalisasi industri selalu meminta tumbal lingkungan di sekitarnya. Bukt bahwa pelaku industri masih memilih keuntungan sebesar-besarnya sebagai tujuan dari usahanya. Melupakan tentang alam yang menyokong kehidupannya selama ini, menganggap alam hanya sebagai komoditas. 


Dia juga bercerita tentang etika seorang jurnalis yang sama sekali dilupakan oleh orang-orang yang menyebut dirinya “citizen journalis” dengan “citizen journalism”nya. Mereka melupakan hal-hal yang bersifat ‘manusiawi’ dalam melakukan proses jurnalisme mereka. Seolah hanya mementingkan hasil dan mereka tekenal, bertindak layaknya reporter profesional, tapi tidak mengindahkan kaidah-kaidah dan etika seorang jurnalis.


“orang korban kecelakaan berdarah-darah gitu terus mereka foto, upload, share.”





xxxxxxxxxxxxxxxx



Tentang mengambil gambar seorang koruptor? Dia juga kadang mengalami kegalauan batin. Di satu sisi tugasnya sebagai seorang jurnalis gambar mengharuskannya mengambil foto sang koruptor. Tapi di pihak lain dia sering memikirkan bagaimana perasaan keluarga dari si koruptor. Bagaimana perasaan anak-anak sang koruptor apabila melihat wajah sang ayah terpampang besar di sebuah koran nasional dengan sebutan seorang ‘Koruptor’.  
Mungkin ini memang karma yang diberikan pada si koruptor, tapi cobalah kawan, merenungkan dari sisi kemanusiaan. Dia bersalah tapi dia bersalah di hadapan hukum, bukan dihadapan norma kemanusiaan. Dia bersalah tapi tidak dengan anak-anaknya., tidak dengan keluarganya.


xxxxxxxxxxxxxxxxxxx


Bukan, saya bukan seorang yang mendukung korupsi. Tidak ,saya bahkan berharap korupsi dapat hilang dari muka bumi ini. Tapi saya tidak mengaharapkan hilangnya korupsi berjalan seiring dengan hilangnya rasa kemanusiaan kita.


Hukuman mati bagi koruptor? Bahkan saya tidak mampu membayangkannya.


Koruptor adalah orang-orang yang terbuai dimabukkan hasratnya dalam memperkaya diri. Dia bisa menjadi koruptor karena hasrat, yang sebenarnya dimiliki setiap manusia, bertemu dengan jabatan , kekuasaan dan kesempatan.


Saya sering berpikir, orang-orang yang berteriak lantang tentang antikorupsi, jika suatu saat dia berada di posisi yang sama dengan sang koruptor, memiliki kekuasaan dan kesempatan, apakah dia akan tetap menjaga idealisme yang diagung-agungkannya itu?


Karena tidak sedikit yang saya tahu, koruptor sekarang adalah seorang antikoruptor di masa lalu.


Mungkin bibit-bibit seorang koruptor ada pada diri kita semua, hanya saja bibit itu tidak tumbuh karena tidak bersambut dengan kesempatan dan kekuasaan. Koruptor-koruptor yang ada hanyalah bibit-bibit yang berhasil bertemu dengan kesempatan dan kekuasaan. Kita hanya belum waktunya untuk tumbuh, atau bahkan tidak pernah.


Xxxxxxxxxxxxxxxx






Sebenarnya masih panjang cerita tentang seorang jurnalis gambar yang satu ini. Mungkin akan saya lanjutkan di lain waktu atau mungkin juga tidak.  
karena cerita yang gamblang dan menarik akan diperoleh ketika kita mendengarnya secara langsung dari sang tokoh utama, bukan tokoh ketiga tahu segalanya.