Bisnis
pariwisata, menjual keindahan alam, rerimbunan pepohonan, lambaian daun-daun
yang tersapu angin, dan deburan ombak-ombak akibat dorongan riak-riak angin.
Suatu kekayaan
dibalik lebatnya dedaunan, perlahan tapi pasti mulai di-eksplorasi oleh
manusia. Surga-surga hijau dan biru itu dijamaah oleh orang-orang yang
tergila-gila pada surga yang ada di dunia. Beberapa yang lain mulai mencari kesempatan
dari keluasan yang ada. Mereka berlomba-lomba menyediakan agen-agen perjalanan
untuk menjamah surga-surga biru dan hijau itu.
Kini di
mata mereka yang tersisa hanyalah surga hijau buatan, ya, uang dollar. Sedangkan
surga biru dan hijau yang asli mereka gadaikan.
Paku-paku
bumi, beton-beton, dan kawat-kawat baja mulai menusuk dan menghujani surga biru
dan hijau. Membangun sesuatu yang katanya bernuansa alam tapi dengan cara
merusak alam yang sesungguhnya. Resort, hotel, bahkan apartemen di desain
dengan konsep yang sok terlihat alami, tapi mereka sebenarnya menghancurkan
kealamian yang sebelumnya ada disitu. Mengerikan.
Dengan berdirinya
bangunan-bangunan yang sok terlihat natural itu, sebenarnya bukan hanya
lingkungan di daerah itu yang dirusak. Beberapa aspek lain yang tidak bisa
dikuantifikasi pun ikut terganggu keseimbangannya.
Sebut saja
sisi kebudayaan. Ketika dua buah peradaban yang berbeda saling bertemu, maka
akan ada apa yang namanya culture shock. Mungkin bahasa halusnya adalah
akulturasi budaya. Dimana budaya asli setempat akan teracuni oleh budaya baru
yang dibawa para pendatang si pencari surga dunia. Kebudayaan setempat yang
kental dengan adat ketimuran perlahan mulai berubah corak, mengakomodir sisi
pendatang yang tiap tahun selalu bertambah jumlahnya.
Orang-orang
setempat yang tak bangga dengan budayanya akan lebih memuja dan memuji bagaimana
budaya milik para pendatang, daripada budaya asli miliknya sendiri. Mereka akan
malu menunjukkan budayanya sendiri dan mulai senang menunjukkan kelakuan
seperti para pendatang.
Ketika budaya
telah terganggu, akan ada efek tertentu terhadap adat di daerah tersebut. Segala
adat istiadat dianggap sebagai suatu hal yang kolot, konvensional, dan
tidak uptodate. Seolah adalah kesalahan jika masih mengikuti adat
istiadat yang berlaku di suatu tempat.
Beberapa akan
bangga ketika budaya miliknya telah sama dengan budaya milik para pendatang
atau milik negara tertentu. Mereka merasa mereka telah menjadi orang-orang
dengan peradaban maju. Meninggalkan orang-orang dengan budaya asli milik
bangsanya sendiri sebagai orang yang belum maju peradabannya.
Gaya hidup,
teknologi, bahasa, tingkah laku, dan lain sebagainya. Berusaha dibuat semirip
mungkin dengan orang-orang yang ada di luar sana.
Ah aku
malu.
Sektor pariwisata
juga seperti suatu kehinaan. Ketika orang berbondong-bondong mendatangi suatu
tempat karena keindahan alamnya, tanpa sadar mereka perlahan merusak alam itu. Ya,
mungkin mereka tidak merusaknya, tapi apakah orang-orang kecil di daerah
sekitar tempat wisata itu yang melihat kumpulan wisatawan laiknya kumpulan sak-sak
uang yang siap mereka rengkuh itu tidak merusak alam? Sebutlah kedai-kedai,
penginapan, toko-toko , dan beberapa bentuk usaha yang lain. Apakah itu tidak
merusak alam?
Sejatinya,
ketika tempat itu telah terlalu banyak dinodai oleh mata-mata yang haus akan
keindahan alam, tangan-tangan yang haus menjamah tempat-tempat surgawi di
dunia, niscaya keindahannya perlahan akan pudar. Ketika keindahannya telah
pudar lalu apa yang terjadi? Ya, mereka akan ditinggalkan. Begitu saja.
Alam
Indonesia, sebuah kawasan dibawah garis maya khatulistiwa. Dinaungi sinar
matahari yang melimpah sepanjang tahun, dan dicucuri oleh hujan yang
menumbuhkan sebatang kayu yang menancap sembarang di suatu tanah datar. Belum
lagi garis pantai yang panjangnya membentang beberapa kali garis lingkar bumi. Dengan
berbagai macam ikan dan hasil laut lainnya.
Biarlah bila
surga-surga di tanah ini tidak terjamah. Biarlah alam yang mengetahuinya. Cukuplah
kita menikmati apa yang sudah rusak disini. Jangan ditambah lagi.
xxxxxxxxxxxxxxxx
Pemikiran tentang
bisnis sektor pariwisata yang tak selalu bagus untuk suatu daerah ini saya
dapatkan setelah membaca buku Titik Nol karya Agustinus Wibowo. Buku tersebut
memberi saya pandangan bahwa pada hal-hal negatif yang mungkin ditimbulkan oleh
bisnis di bidang ini. Untuk pembaca yang ingin mengetahui contoh efek buruk
dari bisnis sektor ini, silakan baca di buku tersebut.
Sekarang Hari
Batik Nasional. Selamat Hari Batik!