Pages

#16: pariwisata




Bisnis pariwisata, menjual keindahan alam, rerimbunan pepohonan, lambaian daun-daun yang tersapu angin, dan deburan ombak-ombak akibat dorongan riak-riak angin.

Suatu kekayaan dibalik lebatnya dedaunan, perlahan tapi pasti mulai di-eksplorasi oleh manusia. Surga-surga hijau dan biru itu dijamaah oleh orang-orang yang tergila-gila pada surga yang ada di dunia. Beberapa yang lain mulai mencari kesempatan dari keluasan yang ada. Mereka berlomba-lomba menyediakan agen-agen perjalanan untuk menjamah surga-surga biru dan hijau itu.

Kini di mata mereka yang tersisa hanyalah surga hijau buatan, ya, uang dollar. Sedangkan surga biru dan hijau yang asli mereka gadaikan.

Paku-paku bumi, beton-beton, dan kawat-kawat baja mulai menusuk dan menghujani surga biru dan hijau. Membangun sesuatu yang katanya bernuansa alam tapi dengan cara merusak alam yang sesungguhnya. Resort, hotel, bahkan apartemen di desain dengan konsep yang sok terlihat alami, tapi mereka sebenarnya menghancurkan kealamian yang sebelumnya ada disitu. Mengerikan.

Dengan berdirinya bangunan-bangunan yang sok terlihat natural itu, sebenarnya bukan hanya lingkungan di daerah itu yang dirusak. Beberapa aspek lain yang tidak bisa dikuantifikasi pun ikut terganggu keseimbangannya.

Sebut saja sisi kebudayaan. Ketika dua buah peradaban yang berbeda saling bertemu, maka akan ada apa yang namanya culture shock. Mungkin bahasa halusnya adalah akulturasi budaya. Dimana budaya asli setempat akan teracuni oleh budaya baru yang dibawa para pendatang si pencari surga dunia. Kebudayaan setempat yang kental dengan adat ketimuran perlahan mulai berubah corak, mengakomodir sisi pendatang yang tiap tahun selalu bertambah jumlahnya.

Orang-orang setempat yang tak bangga dengan budayanya akan lebih memuja dan memuji bagaimana budaya milik para pendatang, daripada budaya asli miliknya sendiri. Mereka akan malu menunjukkan budayanya sendiri dan mulai senang menunjukkan kelakuan seperti para pendatang.

Ketika budaya telah terganggu, akan ada efek tertentu terhadap adat di daerah tersebut. Segala adat istiadat dianggap sebagai suatu hal yang kolot, konvensional, dan tidak uptodate. Seolah adalah kesalahan jika masih mengikuti adat istiadat yang berlaku di suatu tempat.

Beberapa akan bangga ketika budaya miliknya telah sama dengan budaya milik para pendatang atau milik negara tertentu. Mereka merasa mereka telah menjadi orang-orang dengan peradaban maju. Meninggalkan orang-orang dengan budaya asli milik bangsanya sendiri sebagai orang yang belum maju peradabannya.

Gaya hidup, teknologi, bahasa, tingkah laku, dan lain sebagainya. Berusaha dibuat semirip mungkin dengan orang-orang yang ada di luar sana.

Ah aku malu.

Sektor pariwisata juga seperti suatu kehinaan. Ketika orang berbondong-bondong mendatangi suatu tempat karena keindahan alamnya, tanpa sadar mereka perlahan merusak alam itu. Ya, mungkin mereka tidak merusaknya, tapi apakah orang-orang kecil di daerah sekitar tempat wisata itu yang melihat kumpulan wisatawan laiknya kumpulan sak-sak ­uang yang siap mereka rengkuh itu tidak merusak alam? Sebutlah kedai-kedai, penginapan, toko-toko , dan beberapa bentuk usaha yang lain. Apakah itu tidak merusak alam?

Sejatinya, ketika tempat itu telah terlalu banyak dinodai oleh mata-mata yang haus akan keindahan alam, tangan-tangan yang haus menjamah tempat-tempat surgawi di dunia, niscaya keindahannya perlahan akan pudar. Ketika keindahannya telah pudar lalu apa yang terjadi? Ya, mereka akan ditinggalkan. Begitu saja.

Alam Indonesia, sebuah kawasan dibawah garis maya khatulistiwa. Dinaungi sinar matahari yang melimpah sepanjang tahun, dan dicucuri oleh hujan yang menumbuhkan sebatang kayu yang menancap sembarang di suatu tanah datar. Belum lagi garis pantai yang panjangnya membentang beberapa kali garis lingkar bumi. Dengan berbagai macam ikan dan hasil laut lainnya.
Biarlah bila surga-surga di tanah ini tidak terjamah. Biarlah alam yang mengetahuinya. Cukuplah kita menikmati apa yang sudah rusak disini. Jangan ditambah lagi.



xxxxxxxxxxxxxxxx


Pemikiran tentang bisnis sektor pariwisata yang tak selalu bagus untuk suatu daerah ini saya dapatkan setelah membaca buku Titik Nol karya Agustinus Wibowo. Buku tersebut memberi saya pandangan bahwa pada hal-hal negatif yang mungkin ditimbulkan oleh bisnis di bidang ini. Untuk pembaca yang ingin mengetahui contoh efek buruk dari bisnis sektor ini, silakan baca di buku tersebut.


Sekarang Hari Batik Nasional. Selamat Hari Batik!