Pages

Jumat, 20 Maret 2015

69: salah siapa



Tanpa disadari, saat ini diriku berada dalam suatu lingkaran setan ‘saling jegal’ yang terjadi di lingkungan yang disebut institusi pendidikan. Suatu institusi yang seharusnya menjadi tempat dimana nilai-nilai luhur selayaknya dijunjung, diamalkan, dan dihayati. Tapi mungkin itu semua hanya harapan dari prasangka diriku terhadap institusi pendidikan. Prasangka yang menyandingkan institusi ini layaknya sebuah utopis, ideal namun tidak nyata.


Sungguh lucu, walau aku tidak pernah tergelak sebenarnya, jika mendengar –karena aku tidak pernah melihat langsung- para pengampu pendidikan di tempat ini saling cekcok satu sama lain. Yang satu merasa paling benar, yang satu dengan kekuasaannya berusaha menjadi benar.

Keduanya salah menurut saya, bukannya saya berusaha untuk menjadi yang paling benar.

Entah karena terlalu banyak termakan omongan salah satu pihak, atau karena memang hanya bisa berinteraksi dengan salah satu pihak saja, aku jadi memiliki pandangan yang timpang sebelah. Sebuah penghakiman memang.


Bisa-bisanya pihak yang seharusnya menjadi bagian dari semangat Tut Wuri Handayani yang pertama kali didengungkan oleh Ki Hadjar Dewantara, justru menjadi pihak yang menghalangi anak-anak didiknya membuka cakrawala ilmu yang baru.



“Tidak dipelajari,” itu alasan mereka melarang ini-itu.



Kita memang tidak mempelajarinya di kelas, tapi apakah pelajaran hanya berlangsung di kelas?

Apakah mereka terlalu kolot sehingga hanya berpikir bahwa pelajaran hanya berlangsung di kelas?

Jika adanya demikian, aku ingin sekali mengenalkan mereka pada apa yang namanya internet

Memperkenalkan mereka pada apa yang namanya buku-buku

Memperkenalkan mereka pada apa yang namanya jurnal-jurnal ilmiah



Lalu aku juga ingin memperkenalkan mereka pada apa yang namanya kolaborasi.


Kolaborasi adalah salah satu cara dimana kita memenuhi kaidah kita sebagai mahluk sosial, saling membutuhkan satu sama lain. kita bukan mahluk yang sempurna, maka tak ada salahnya jika kita tidak menguasai segala hal. Adalah fitrah kita untuk saling berkolaborasi dengan orang lain, saling membantu di relung-relung yang tidak kita kuasai namun dikuasai dengan baik oleh orang lain.


Bukankah telah banyak suara sumbang yang mengatakan bahwa lulusan institusi ini adalah orang-orang individualis yang tidak mampu bekerja sama dalam tim?


Tidak heran jika melihat kenyataan yang terjadi dalam pendidikan di Institusi ini.



Tentang pihak yang selalu merasa benar? Menurutku dia juga salah.



Karena ketika kita merasa paling benar, tanpa kita sadari hati dan pikiran kita telah tertutup dari masukan atau pendapat dari orang lain, yang mungkin saja memiliki nilai kebenaran lebih baik daripada milik kita.


Ah, aku pun sebenarnya juga salah. Salah karena ikut memikirkan tentang masalah ini.

Salah karena menyalahkan pihak-pihak yang lain

Salah karena aku merasa layak untuk ikut campur dalam urusan ini.


Toh tugasku hanya mematuhi dan menjalankan apa perintah dari para pendidikku.



Karena aku pada akhirnya akan menjadi robot-robot industri di masa depan. yang hanya bisa bergerak menjalankan perintah, tanpa hati.