Dia berjalan ke arahku, tas ransel yang selalu menempel di
punggungnya itu pun ikut serta.
“Mas, mau yang biasa ya,” ucapnya kepada si barista.
“Oke, siap,” jawab orang yang diminta. Sejurus kemudian si
barista mulai sibuk meracik minuman.
“Udah lama di sini?” tanyanya.
“Baru bentar kok, masih bisa nunggu sejam lagi Gue di sini,”
“Yee.. ngambek. Lagian Elo mendadak banget ngabarinnya, kan
gue udah ada janji duluan.”
Ya begitulah tingkah orang kekinian. Mau ngapa-ngapain harus
bikin janji dulu. Jadwalnya tiap hari padet, full gatau deh isinya apaan. Makin
mirip sama birokrat aja. Kalau mau ngajakin apa-apa mendadak, kemungkinan besar
bakal jadi wacana doang. Padahal kan, ide-ide seru biasanya muncul spontan,
tiba-tiba, tidak dapat diprediksi.
“Ini Mbak pesenannya,” si barista mengangsurkan minuman
coklat dingin ke hadapan kami berdua.
Ah , coklat dingin dengan whipped cream di atasnya. Lagi-lagi minuman itu. Mungkin dia tidak
memiliki daftar menu lain yang ada di kepalanya. Coklat dingin, coklat dingin,
coklat dingin. Selalu itu, aku sampai bosan.
Tangannya menjulur, meraih gelas berisi coklat dingin itu.
“Besok, Gue mau pergi,”
ujarku tiba-tiba.
Dia yang awalnya mau menyeruput gelas minumnya menjadi
urung. Mengalihkan pandangan dari gelas minuman ke arahku.
“Pergi?” tanyanya.
“Yoih, pergi ke kampus, hahaha.” Jawabku.
Mencoba mengurangi kekakuan yang tiba-tiba menyergap kami berdua.
Mencoba mengurangi kekakuan yang tiba-tiba menyergap kami berdua.
“Yee.. dasar,” ia melanjutkan meminum coklatnya yang tadi
sempat terhenti sejenak.
Terlalu tiba-tiba memang.
Selalu sulit untuk menyampaikan kabar tentang perpisahan.
Pun
aku saat ini.
Bagaimana cara kita bisa memberitahu seseorang bahwa hari itu
adalah hari terakhir kita bertemu.
Bagaimana cara agar kabar tentang perpisahan
tidak selalu menjadi suatu cerita sedih yang diselubungi haru.
Toh keadaannya
pasti begitu. Tak jarang diakhiri dengan tetes air mata.
Aku pun benci dengan perpisahan.
Semua garis cerita yang ada tiba-tiba harus terputus tanpa tau
kapan akan kembali bersambung.
Seolah memberi jeda dalam rangkaian cerita yang sedang kita jalani.
-------------------------------
Maaf lahir batin ya kalo ceritanya pendek. Maklum lagi lebaran.
Aduh maafkan, akhirnya cerita fiksi ini jadi kayak cerita cerita fiksi lain yang gue coba tulis, terbengkalai.
Gapunya ide ceritanya mau dikemanain. Jadi tau susahnya orang yang disuruh nulis cerpen buat majalah. Maafkan saya ya anak anak yang suka saya kejar kejar tulisannya.
Aduh maafkan, akhirnya cerita fiksi ini jadi kayak cerita cerita fiksi lain yang gue coba tulis, terbengkalai.
Gapunya ide ceritanya mau dikemanain. Jadi tau susahnya orang yang disuruh nulis cerpen buat majalah. Maafkan saya ya anak anak yang suka saya kejar kejar tulisannya.