Pages

Rabu, 15 Juli 2015

#104: suatu sore di suatu kedai (1)





“Tring..tring..”



Lonceng di pintu berulang berbunyi ketika pintu terbuka. Satu dua orang melalui pintu itu, entah keluar atau masuk.

Sore itu, di pojok sebuah kedai kopi kecil aku terduduk. Menunggu seseorang.

Tanganku berulang kali mengaduk cangkir kopi di hadapanku, meski sebenarnya aku tahu cangkir itu telah teraduk sempurna. Aku terus mengaduk cangkir itu, sembari mengaduk hati mungkin, yang akhir-akhir ini tak tentu arahnya. Berharap semua perasaan itu meluruh, layaknya gula yang meluruh pada cangkir ini.


Sesekali menyapu pandangan ke sekeliling, termenung pada pemandangan kedai di sore itu.

Ada dua orang perempuan yang tampaknya sedang melepas kangen setelah tak berjumpa beberapa lama satu sama lain. Seorang lelaki yang tampaknya menikmati tembakau yang terbakar di mulutnya. Dan seorang wanita yang setia bercakap dengan sang barista kedai, sambil sesekali mengajakku bicara. Ku jawab sekenanya, dengan tak lupa menyunggingkan senyum.
Ya, aku seorang yang ramah tampaknya.


Jam di arlojiku sudah bergerak satu lingkaran penuh sejak aku duduk di kedai itu. Satu jam telah berlalu.



“Mungkin ini terlalu mendadak,” pikirku dalam hati. Mencoba mencari alasan mengapa orang yang kutunggu tak kunjung datang.


“Mungkin dia sedang ada kegiatan lain, yang lebih penting tentunya,” suara hati yang lain menyahut.


Cahaya langit sore yang menembus jendela besar di kedai itu tampak romantis. Seolah menjadi reka jalan dari perasaan yang bisa menembus segala sesuatu. Aku memainkan bayangan dari jendela, membuat beberapa ilustrasi bentuk dari jari-jemariku.



Kupu-kupu

Dengan sayap indahnya dia terbang, melayang.

Indah? Ya, kupu-kupu memang memiliki sayap yang indah. Menurut kita.

Sayangnya sang kupu-kupu tidak dapat melihat betapa indahnya sayap miliknya. Lalu, apakah kupu-kupu akan merasa sayapnya indah, jika dalam hidupnya sekalipun ia tidak pernah melihat sayap itu?

Rusa

Mahkota diatas kepalanya membuat hewan ini tampak istimewa. indah.

Sayangnya, sama halnya dengan kupu-kupu, apakah rusa pernah melihat betapa indah mahkota di atas kepalanya itu? Mungkin dari pantulan bayangan di air mereka bisa, tapi apakah sama seperti melihatnya secara langsung?

Sama halnya dengan manusia. Mereka tidak akan pernah tau betapa indah dirinya, sampai orang lain yang berkata demikian.





“Tring..” pintu terbuka, seseorang memasuki kedai.


“Ah dia tidak berubah rupanya,”


Sosok itu menyapu pandang keseluruh isi kedai, mencari seseorang.

Ku lambaikan tangan ke arahnya, dia menghampiriku.

Kacamata ber-frame tebal, kaos putih bergambar rusa, celana jeans, dan sepatu converse abu. Ah, gaya anak kekinian sekali.










---------------------------------------------

Oke, sekarang gue mau bikin cerita bersambung yang beneran. Semoga nasibnya ga kayak cerita bersambung yang kemaren-kemaren, yang hilang pupus ditengah-tengah, sebelum sempat disambung bahkan. Silakan ditunggu kelanjutan ceritanya kalau penasaran. Kalo ga penasaran ya gausah ditunggu.