Beberapa pekan terakhir saya bertemu dengan banyak orang. Ya
tentu saja, setiap hari kita juga akan bertemu dengan banyak orang. Maksud saya
adalah saya berbincang-bincang dengan banyak orang akhir-akhir ini. Tuntutan pekerjaan
membuat saya begitu. Menghubungi beberapa narasumber sebagai sumber berita
artikel-artikel yang akan kami tulis.
Orang-orang yang saya temui cukup beragam, mulai dari
seorang alumni ITB 2004 yang berhasil mendririkan perusahaannya sendiri ketika
masih berada di tingkat 2 kuliahnya, seorang dosen salah satu jurusan di ITB
yang ternyata mempelopori adanya Program Kreativitas Mahasiswa atau biasa kita
kenal dengan PKM, hingga seorang CEO dari sebuah, entah saya bisa menyebutnya
apa, perusahaan mungkin, yang bernama Kibar yang bisa membuka kelas berbasis
entrepreneurial di kampus ITB.
Beberapa orang yang saya sebutkan diatas yang saya rasa
memiliki impact cukup berarti dari hasil perbincangan saya dengan mereka. Jadi,
bukan sekedar mengejar kewajiban dari sebuah pekerjaan, tapi saya juga sembari
mencuri-curi pengetahuan dari orang-orang yang saya temui ini.
Ternyata apa yang saya harapkan tidak salah, bukan
mencuri-curi pengetahuan, mereka bahkan mengumbar pengetahuan-pengetahuannya,
seolah mengajak saya untuk turut serta berjalan pada jalan-jalan mimpi yang
mereka bangun. Tentu mereka membebaskan pada saya untuk memilih jalan mimpi
yang mana.
Dengan seorang Mita, saya diajarkan arti pantang menyerah. Entah,
walaupun dicibir berapa banyak orang, ketika kamu percaya pada dirimu sendiri,
maka semua tidak ada yang mustahil. Lain halnya apabila dirimu sudah tidak
percaya diri sedari awal. Entah mau beribu-ribu orang meyakinkan, kamu tidak
akan pernah percaya pada dirimu sendiri.
Pantang menyerah, tidak meremehkan diri sendiri, dan take action!
Bagaimana seorang mahasiswa tingkat dua sudah berani
presentasi sebuah teknologi yang belum
ada wujudnya di Indonesia di hadapan para direktur sebuah perusahaan energi
terkemuka di Indonesia, sebut saja Medco.
“Pak, ruangan pak Arifin Panigoro di sebelah mana ya?” ujarnya ketika bertanya pada seorang satpam kantor Medco di jakarta. Dikisahkan kembali kepada kami.
Lalu dari seorang Sundani Nurono saya menemukan bagaimana
seharusnya seorang mahasiswa ITB itu berlaku. Beliau juga mengajarkan kepada
saya untuk menjadi orang-orang yang kaya hati, jangan mau jadi orang-orang yang
bermental miskin.
Ya, menurut beliau orang miskin adalah mereka yang hidupnya hanya terfokuskan untuk mencari material semata. Uang, lebih gamblangnya.
Ya, menurut beliau orang miskin adalah mereka yang hidupnya hanya terfokuskan untuk mencari material semata. Uang, lebih gamblangnya.
Padahal, sebenarnya kebahagiaan hakiki tidaklah sepenuhnya
dapat diraih dengan uang yang berdigit-digit itu. Kebahagiaan yang hakiki adalah
ketika kita kaya secara batin. Hati kita yang kaya, bukan kemampuan finansial
kita.
Lalu yang terakhir, dari seorang Yansen saya tidak mendapat
apa-apa. Becanda ding. Dari dia saya mendapat pelajaran tentang mimpinya untuk
membuat orang-orang di Indonesia jadi lebih memiliki hati.
“Kita ga butuh orang pinter, kita ga butuh orang kaya, Indonesia itu butuh orang yang punya hati. Coba kalian pikirkan kenapa Indonesia gini-gini aja? Gara-gara ga banyak orang yang punya hati di negeri ini,” kata dia.
Ya memang, Indonesia membutuhkan lebih banyak orang-orang
yang memiliki hati, untuk bersama-sama menjadi solusi bagi beragam permasalahan
yang ada di bangsa ini. Tidak perlulah kita menjadi seorang konglomerat, tidak
ada gunanya lah kita menjadi orang yang sangat pandai, jika kita akhirnya
menjadi orang-orang yang berhati dingin. Orang-orang yang tidak mempedulikan
kondisi sekitarnya. Orang yang hanya mementingkan dirinya.
Terlalu banyak orang seperti itu di negeri ini. Itulah alasan
kenapa kita belum beranjak juga dari masalah yang itu-itu saja.
Dia, melalui grup Kibar yang dibentuknya, berusaha mengibarkan orang-orang yang memiliki hati melalui teknologi untuk mengubah Indonesia ke arah yang lebih baik.
Itulah, beberapa carik pelajaran, yang sebenarnya ada banyak
sekali, namun hanya saya tampilkan sekilas sebagai perkenalan.
Masih banyak pelajaran yang saya dapat dari orang-orang yang
saya temui akhir-akhir ini. Dari yang membangun, hingga meruntuhkan mental. Dari
yang halus tutur katanya, sampai yang isi perkataannya setengahnya merupakan
umpatan. Dari seorang penganut agama yang taat, sampai ke orang yang tidak
mempercayai keberadaan agama.
Ya, itulah hidup. Sebuah pelajaran tanpa akhir yang akan
membuat kita semakin sadar bahwa kita bukanlah apa-apa di alam yang luas ini.