Pages

Jumat, 03 Juli 2015

#102: bertemu banyak orang







Beberapa pekan terakhir saya bertemu dengan banyak orang. Ya tentu saja, setiap hari kita juga akan bertemu dengan banyak orang. Maksud saya adalah saya berbincang-bincang dengan banyak orang akhir-akhir ini. Tuntutan pekerjaan membuat saya begitu. Menghubungi beberapa narasumber sebagai sumber berita artikel-artikel yang akan kami tulis.


Orang-orang yang saya temui cukup beragam, mulai dari seorang alumni ITB 2004 yang berhasil mendririkan perusahaannya sendiri ketika masih berada di tingkat 2 kuliahnya, seorang dosen salah satu jurusan di ITB yang ternyata mempelopori adanya Program Kreativitas Mahasiswa atau biasa kita kenal dengan PKM, hingga seorang CEO dari sebuah, entah saya bisa menyebutnya apa, perusahaan mungkin, yang bernama Kibar yang bisa membuka kelas berbasis entrepreneurial di kampus ITB.


Beberapa orang yang saya sebutkan diatas yang saya rasa memiliki impact cukup berarti dari hasil perbincangan saya dengan mereka. Jadi, bukan sekedar mengejar kewajiban dari sebuah pekerjaan, tapi saya juga sembari mencuri-curi pengetahuan dari orang-orang yang saya temui ini.


Ternyata apa yang saya harapkan tidak salah, bukan mencuri-curi pengetahuan, mereka bahkan mengumbar pengetahuan-pengetahuannya, seolah mengajak saya untuk turut serta berjalan pada jalan-jalan mimpi yang mereka bangun. Tentu mereka membebaskan pada saya untuk memilih jalan mimpi yang mana.


Dengan seorang Mita, saya diajarkan arti pantang menyerah. Entah, walaupun dicibir berapa banyak orang, ketika kamu percaya pada dirimu sendiri, maka semua tidak ada yang mustahil. Lain halnya apabila dirimu sudah tidak percaya diri sedari awal. Entah mau beribu-ribu orang meyakinkan, kamu tidak akan pernah percaya pada dirimu sendiri.


Pantang menyerah, tidak meremehkan diri sendiri, dan take action!


Bagaimana seorang mahasiswa tingkat dua sudah berani presentasi  sebuah teknologi yang belum ada wujudnya di Indonesia di hadapan para direktur sebuah perusahaan energi terkemuka di Indonesia, sebut saja Medco.


“Pak, ruangan pak Arifin Panigoro di sebelah mana ya?” ujarnya ketika bertanya pada seorang satpam kantor Medco di jakarta. Dikisahkan kembali kepada kami.


Lalu dari seorang Sundani Nurono saya menemukan bagaimana seharusnya seorang mahasiswa ITB itu berlaku. Beliau juga mengajarkan kepada saya untuk menjadi orang-orang yang kaya hati, jangan mau jadi orang-orang yang bermental miskin.


Ya, menurut beliau orang miskin adalah mereka yang hidupnya hanya terfokuskan untuk mencari material semata. Uang, lebih gamblangnya.


Padahal, sebenarnya kebahagiaan hakiki tidaklah sepenuhnya dapat diraih dengan uang yang berdigit-digit itu. Kebahagiaan yang hakiki adalah ketika kita kaya secara batin. Hati kita yang kaya, bukan kemampuan finansial kita.


Lalu yang terakhir, dari seorang Yansen saya tidak mendapat apa-apa. Becanda ding. Dari dia saya mendapat pelajaran tentang mimpinya untuk membuat orang-orang di Indonesia jadi lebih memiliki hati.


“Kita ga butuh orang pinter, kita ga butuh orang kaya, Indonesia itu butuh orang yang punya hati. Coba kalian pikirkan kenapa Indonesia gini-gini aja? Gara-gara ga banyak orang yang punya hati di negeri ini,” kata dia.


Ya memang, Indonesia membutuhkan lebih banyak orang-orang yang memiliki hati, untuk bersama-sama menjadi solusi bagi beragam permasalahan yang ada di bangsa ini. Tidak perlulah kita menjadi seorang konglomerat, tidak ada gunanya lah kita menjadi orang yang sangat pandai, jika kita akhirnya menjadi orang-orang yang berhati dingin. Orang-orang yang tidak mempedulikan kondisi sekitarnya. Orang yang hanya mementingkan dirinya.


Terlalu banyak orang seperti itu di negeri ini. Itulah alasan kenapa kita belum beranjak juga dari masalah yang itu-itu saja.



Dia, melalui grup Kibar yang dibentuknya, berusaha mengibarkan orang-orang yang memiliki hati melalui teknologi untuk mengubah Indonesia ke arah yang lebih baik.




Itulah, beberapa carik pelajaran, yang sebenarnya ada banyak sekali, namun hanya saya tampilkan sekilas sebagai perkenalan.


Masih banyak pelajaran yang saya dapat dari orang-orang yang saya temui akhir-akhir ini. Dari yang membangun, hingga meruntuhkan mental. Dari yang halus tutur katanya, sampai yang isi perkataannya setengahnya merupakan umpatan. Dari seorang penganut agama yang taat, sampai ke orang yang tidak mempercayai keberadaan agama.

Ya, itulah hidup. Sebuah pelajaran tanpa akhir yang akan membuat kita semakin sadar bahwa kita bukanlah apa-apa di alam yang luas ini.